Aswar Hasan "Kita Harus Bersatu Lawan Covid-19"
Pemerintah mengajak masyarakat untuk bersatu menghadapi ancaman penyebaran virus corona. Ya bersatu kita kuat, berpecah kita kita runtuh. Untuk bersatu, kita butuh satu komando dan satu komandan, dengan perintah yang seragam, terpadu, dan fokus.
Untuk bersatu, minimal kita butuh tiga syarat utama, yaitu:
1. Adanya persamaan permasalahan
2. Adanya persamaan kepentingan
3. Adanya persamaan tujuan
Alhamdulillah, tiga syarat minimal yang mendasar untuk bersatu melawan covid-19 sudah kita miliki dan rasakan bersama. Rasa kebersamaan itu, sudah terekspresikan di masyarakat dalam melawan virus yang saat ini mendera bangsa kita.
Akan tetapi, rasa kebersamaan saja tidaklah cukup dalam memerangi virus Corona (covid-19). Rasa kebersamaan itu, lebih lanjut perlu dikelolah, dikordinasi dan disinergikan dalam satu padu organizational manajerial.
Jadi, Jauh lebih penting dan mendesak untuk keluar sebagai pemenang melawan virus yang saat ini mengepung bangsa ini, adalah kebersatuan dalam satu komando, satu bahasa, dan satu tindakan.
Sayangnya, rasa kebersatuan itu tidak dicerminkan ditubuh rezim pemerintahan kita. Direktur Center for Media and Democracy LP3ES Wijayanto, mengatakan, bahwa sejak pandemi covid-19 melanda Indonesia hingga saat ini, telah terjadi 37 pernyataan yang blunder di kalangan pemerintahan terkait penanganan covid-19. Walau pun pemerintah sudah menunjuk juru bicara, beberapa elit justeru membuat pernyataan yang membingungkan.
Dalam opini Majalah Tempo edisi, 12 April disebutkan, keputusan Presiden Joko Widodo tidak melarang mudik lebaran 2020 di tengah Covid-19 menunjukkan sikap tak tegas pemerintah dalam menangani pandemi corona. Menganjurkan orang ramai tak pulang kampung tapi tak memberlakukan pelarangan merupakan sikap mendua, takut salah, dan tak berani mengambil risiko.
Salah satu contoh yang cukup serius tentang tidak kompaknya elit pemerintahan kita, adalah insiden “salah omong” juru bicara Presiden, Fadjroel Rachman, perihal mudik. Fadjroel mengatakan, bahwa pemerintah tidak melarang mudik. Belakangan, diralat Menteri Sekretaris Negara Pratikno, yang mengatakan Pemerintah menganjurkan masyarakat tak mudik. Fadjroel dan Pratikno bisa sama- sama benar atau sama- sama mendua.
Demikian ulasan opini Tempo. Tempo kemudian mengunci dengan mengatakan: belum terlambat bagi Presiden untuk mengoreksi diri. Pandemi corona hanya dapat diatasi melalui kepemimpinan yang kuat, yakni yang tegas dalam mengambil keputusan, dipercayai masyarakat, dan mampu menginisiasi solidaritas sosial.
Ya, kita butuh pemimpin yang kuat dan tegas, jujur dan amanah. Kata dan tindakannya seirama konsisten dan diikuti serentak dan kompak oleh jajaran kabinet, hingga diikuti oleh segenap rakyat. Wallahu A’lam Bishawwabe.