DPP LSM Gempa Indonesia Desak Wali Kota Makassar Copot Kepala Sekolah yang Diduga Lakukan Pungli dan Minta Kejari Makassar Proses Hukum.

MEDIAGEMPAINDONESIA, COM.
Makassar – Ketua DPP LSM Gempa Indonesia, Amiruddin SH Karaeng Tinggi, mendesak Wali Kota Makassar untuk segera mencopot kepala sekolah yang diduga melakukan praktik pungutan liar (pungli) terkait pembayaran Lembar Kerja Siswa (LKS) di beberapa SMP Negeri di Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Selain itu, ia juga meminta Kejaksaan Negeri (Kejari) Makassar untuk memproses hukum kepala sekolah yang menyalahgunakan wewenang dan jabatan dalam pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Menurut Amiruddin, praktik pungli ini terjadi di SMP Negeri 22 dan SMP Negeri 4 Kota Makassar, serta masih ada sekitar 12 SMP Negeri lainnya yang melakukan pungli . Para siswa di sekolah-sekolah tersebut dipaksa membeli LKS dengan harga sebesar Rp185.000 per orang setiap semester dari kelas 1 hingga kelas 3. Bahkan, di beberapa sekolah, pungutan untuk LKS diduga mencapai Rp200.000 per siswa, yang dinilainya sebagai pelanggaran berat terhadap hak siswa untuk mendapatkan pendidikan yang layak.
"Ini pelanggaran keras! Wali Kota Makassar harus bertindak tegas untuk menyelamatkan uang negara dan hak anak-anak bangsa dalam mendapatkan pendidikan yang layak," tegas Amiruddin.
Pelanggaran Peraturan dan Dugaan Penyalahgunaan Dana BOS
Menurut Amiruddin, praktik ini melanggar berbagai aturan dalam sistem pendidikan nasional, di antaranya:
1. Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, yang melarang pungutan kepada siswa.
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang mengamanatkan pendidikan gratis bagi siswa sekolah negeri.
3. Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan, yang menegaskan bahwa pungutan tidak boleh memberatkan siswa dan orang tua.
Selain pungutan LKS, Amiruddin juga menyoroti dugaan penyalahgunaan dana BOS di beberapa sekolah. Ia menyebut bahwa dana BOS seharusnya digunakan untuk membiayai operasional sekolah, termasuk pembelian buku pelajaran dan LKS, sehingga tidak boleh dibebankan lagi kepada siswa.
"BOS itu diduga jadi makanan empuk bagi kepala sekolah. Siswa tetap dipaksa membayar LKS, padahal sudah ada anggaran dari negara. Ini jelas korupsi dan harus diusut tuntas," tambahnya.
Fasilitas Sekolah Memprihatinkan
Selain pungli, Amiruddin juga menemukan kondisi fasilitas sekolah yang sangat tidak layak. Di SMP Negeri 22 Makassar, misalnya, kamar mandi untuk siswi tidak memiliki pintu, sementara kamar mandi siswa laki-laki dalam kondisi rusak dan tidak bisa digunakan. Akibatnya, banyak siswa terpaksa pulang ke rumah hanya untuk buang air.
"Ironis sekali, siswa diminta bayar ratusan ribu rupiah, tetapi fasilitas sekolah masih buruk. Kemana uangnya?" katanya.
Pertemuan dengan Kepala Sekolah SMP Negeri 22
Amiruddin juga mengungkapkan bahwa dirinya sempat diajak bertemu oleh Kepala Sekolah SMP Negeri 22 di salah satu tempat di Makassar. Dalam pertemuan tersebut, kepala sekolah mempertanyakan mengapa hanya sekolahnya yang dilaporkan, padahal banyak sekolah lain yang melakukan pungli dengan jumlah lebih besar.
Menanggapi hal tersebut, Amiruddin menegaskan bahwa pungutan dalam proses belajar mengajar tidak boleh dibebankan kepada siswa. Ia juga menyatakan bahwa pihaknya akan segera mengirim laporan resmi ke aparat penegak hukum terkait praktik serupa di 12 SMP Negeri lainnya di Makassar.
"Kami tidak akan tinggal diam. Besok, laporan resmi akan kami kirim ke kejaksaan agar kepala sekolah yang terlibat segera diproses hukum," pungkasnya.
Dengan desakan ini, diharapkan Pemerintah Kota Makassar dan aparat penegak hukum segera mengambil tindakan tegas terhadap kepala sekolah yang terlibat pungli demi terciptanya pendidikan yang bersih dan berkualitas di Kota Makassar tutupnya.
MGI Ridwan Umar.