Kekerasan Seksual Anak di Kabupaten Gowa, Konflik Berlanjut Dengan Pengrusakan Rumah dan Kontroversi Restorative Justice !!!
Gowa, Sulsel 21 Januari 2025~
Kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur kembali mengguncang masyarakat. Seorang anak berusia 4 tahun berinisial (KZ) menjadi korban kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh ( SHD ) umur 12 tahun. Peristiwa tragis ini terjadi pada Minggu, 5 Januari 2025, di Moncobalang, Dusun Bonto Ciniayo, Desa Bontosunggu, Kecamatan Bontonompo Selatan, Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan ibu korban temui Ketua DPP Lsm Gempa Indonesia Amiruddin SH Kareng Tinggi.
Pelaporan dan Penangkapan Pelaku
Setelah kejadian tersebut, ibu kandung korban, melaporkan insiden ini ke Polres Gowa pada Senin, 6 Januari 2025. Menindaklanjuti laporan tersebut, pihak kepolisian langsung mengamankan pelaku, ( SHD ) , di hari yang sama.
Konflik Berlanjut dengan Pengrusakan rumah, amarah keluarga korban merasa
terpukul atas kejadian ini dan keluarga korban pun diduga melakukan pengrusakan rumah milik orang tua pelaku.
Peristiwa ini kemudian dilaporkan oleh pemilik rumah ke Polres Gowa, yang berujung pada penangkapan 13 orang pelaku pengrusakan pada 7 Januari 2025.
Penyelesaian Melalui Restorative Justice
Setelah menjalani proses hukum, pada 19 Januari 2025, 13 orang pelaku pengrusakan dibebaskan dari tahanan oleh penyidik polres Gowa setelah tercapainya kesepakatan damai melalui mekanisme Restorative Justice. Dalam kesepakatan tersebut, pihak keluarga pelaku pengrusakan membayar ganti rugi sebesar Rp 50 juta kepada pemilik rumah.
Pembebasan Pelaku Kekerasan Seksual dan Kontroversi Penegakan Hukum
san proses hukum terhadap pelaku kekerasan seksual berinisial (SHD), serta seorang anak berusia 10 tahun berinisial (YS ) yang dituduh oleh terduga pelaku utama , juga dibebaskan oleh kepolisian pada 18 Januari 2025 dimana inisial (YS ) tidak ditunjuk oleh korban kekerasan seksual, namun penyidik berdasarkan tuduhan oleh pelaku utama sehingga YS yang berumur 10 ditahan selama 13 hari dipoles Gowa.
Pembebasan ini menimbulkan polemik, mengingat (YS ) masih di bawah umur dan saat diperiksa tidak didampingi oleh orang tua atau pihak pendamping sesuai aturan perlindungan anak.
Landasan Hukum dan Etika Profesi Polisi
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, anak yang menjadi saksi atau pelaku dalam kasus hukum wajib mendapatkan pendampingan dari keluarga atau lembaga berwenang. Selain itu, tindakan kepolisian dalam kasus ini dinilai melanggar Pasal 23 Perkap Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri yang mengatur tanggung jawab moral dan profesionalisme aparat dalam menangani kasus yang melibatkan anak.
Seruan Ketua DPP LSM Gempa Indonesia
Amiruddin. SH, Kareng Tinggi mengecam keras peristiwa ini dan menuntut aparat penegak hukum agar bekerja profesional dan berintegritas. Ia menegaskan pentingnya perlindungan hak-hak anak korban kekerasan seksual serta perlakuan yang sesuai hukum terhadap semua pihak yang terlibat.
Kasus ini menjadi cerminan kompleksitas penegakan hukum, mulai dari perlindungan anak, konflik sosial, hingga mekanisme penyelesaian sengketa yang menimbulkan kontroversi di masyarakat. Masyarakat pun berharap adanya keadilan bagi korban Kekerasan seksual dan langkah nyata untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang,hal ini ketua DPP Lsm Gempa Indonesia akan melaporkan kasus kepada Komisi perlindungan anak, Mabes Polri dan ke Kapolda Sulawesi Selatan atas dibebaskannya pelaku kekerasan tanpa melalui peradilan anak tutupnya.
MGI/Ridwan Umar