Ketua DPP Lsm Gempa Indonesia Angkat Bicara, Terkait Kasus Perampasan Mobil.
Takalar 02 Agustus 2024 ~
Penanganan kasus perampasan mobil dilaporkan di Polsek Polongbangkeng Selatan diduga Syarat rekayasa, hanya satu tersangka diproses, sementara pelaku diduga ada beberapa orang bahkan diduga melibatkan oknum kepala desa di Kecamatan Bangkala Barat, Kabupaten Jeneponto sebagai otak intelektualnya, ucap Amiruddin SH Karaeng Tinggi, selaku Ketua umum DPP Lsm Gempa Indonesia.
Menurut Amiruddin, SH Karaeng Tinggi, Polsek Polongbangkeng Selatan, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, kini tengah menjadi sorotan publik akibat dugaan rekayasa dalam penanganan kasus perampasan mobil yang terjadi sejak 3 Mei 2024 lalu. Kasus ini melibatkan sejumlah pelaku, namun hingga kini pihak Polsek Polongbangkeng Selatan hanya menetapkan satu orang sebagai tersangka dan menerapkan Pasal 368 KUHP dan tersangka satu orang tersebut tidak dilakukan penahanan oleh Polsek Polongbangkeng Selatan, ujarnya.
Pasal 368 KUHP mengatur tentang ancaman kekerasan yang disertai dengan pemerasan atau perampasan dengan hukuman maksimal 9 tahun penjara. Meski demikian, publik mempertanyakan mengapa hanya satu pelaku yang dijadikan tersangka, sementara diduga ada lebih dari satu orang yang terlibat dalam aksi tindak pidana kejahatan tersebut ,hal ini DPP Lsm Gempa Indonesia akan melaporkan ke Irwasum Mabes Polri,Kadiv Propam Mabes Polri terkait dugaan penyidik polisi yang diduga penuh syarat rekayasa dalam penyidikan.
Sudah lebih dari tiga bulan berlalu, namun perkembangan penanganan kasus ini tampak stagnan dan belum memberikan kejelasan terhadap keterlibatan pelaku lainnya. Hal ini menimbulkan kecurigaan adanya upaya rekayasa dalam proses penyidikan yang dilakukan oleh oknum penyidik di Polsek Polongbangkeng Selatan.
Dugaan rekayasa ini berpotensi melanggar prinsip penegakan hukum yang adil dan transparan, sebagaimana diatur dalam berbagai regulasi yang mengatur tentang kode etik dan prosedur penyidikan. Misalnya, dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkap) Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana, disebutkan bahwa penyidik wajib bertindak objektif dan profesional dalam menangani setiap kasus.
Selain itu, SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) Nomor 4 Tahun 2014 tentang Perlakuan yang Sama di Mata Hukum juga menggarisbawahi pentingnya penerapan hukum yang adil dan tidak diskriminatif bagi setiap warga negara.
Jika terbukti ada rekayasa dalam penyidikan ini, oknum penyidik dapat dikenai sanksi sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Sanksi yang dikenakan bisa berupa teguran, penurunan pangkat, hingga pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) jika pelanggaran terbukti berat.
Kasus ini masih menunggu tindak lanjut dari pihak berwenang untuk memastikan bahwa proses hukum yang berlangsung berjalan sesuai dengan prinsip keadilan dan tidak ada intervensi yang dapat mencederai kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian. Masyarakat berharap agar kasus ini segera dituntaskan dengan mengusut tuntas semua pelaku yang terlibat dan memprosesnya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku tutupnya.
MGI/Ridwan umar