Laporan Pemalsuan Surat dan Penempatan Keterangan Palsu di Polres Gowa Mandek Selama 2 Tahun 4 Bulan
Gowa, 17 july 2025~
DPP LSM Gempa Indonesia menyoroti laporan polisi dengan Nomor: LP.B/313/III/2021/SPKT/POLRES GOWA/POLDA SULAWESI SELATAN TANGGAL 14 MARET 2022 terkait kasus tindak pidana penempatan keterangan palsu dan pemalsuan surat yang melibatkan lahan tanah milik Majid Dg Narang.
Tanah seluas kurang lebih 30 are yang dijadikan mahar saat pernikahan Majid Dg Narang dengan perempuan Basse pada tahun 1977, dan tertera dalam buku nikah, selama ini dikuasai dan digarap oleh Majid Dg Narang bersama anak dan istrinya (Basse) hingga tahun 2021. Namun, pada tahun 2021, tanah tersebut diserobot dan dikuasai oleh lelaki Mapparenta Dg Gassing. Mapparenta juga merusak bibit padi milik Mardiana binti Majid Dg Narang.
Pada tanggal 7 Januari 2021, Majid Dg Narang dilaporkan ke Polres Gowa oleh Mapparenta Dg Gassing dengan Nomor laporan: LP.B/21/I/2021/Sulsel/RES GOWA SPKT. Mapparenta mengklaim bahwa tanah tersebut telah disertifikatkan atas namanya. Namun, Mardiana, anak dari Majid Dg Narang, kemudian melaporkan kasus ini ke Polres Gowa dengan tuduhan penempatan keterangan palsu dan pemalsuan surat, dengan dugaan kuat adanya keterlibatan Kepala Desa Kale Barembeng Kecamatan Bontonompo.
Laporan Mardiana ini ditangani oleh unit Tahban Polres Gowa dengan penyidik Muh. Jafar, SH. Namun, hingga saat ini, kasus tersebut belum menemukan titik terang, meskipun telah berjalan selama lebih dari dua tahun. Ketidakjelasan ini memicu kekhawatiran tentang pelanggaran kode etik dan perundang-undangan yang berlaku.
DPP LSM Gempa Indonesia mendesak pihak kepolisian Polres Gowa untuk segera memberikan kejelasan dan menyelesaikan kasus ini sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, demi keadilan bagi keluarga Majid Dg Narang dan mencegah terulangnya kasus serupa di masa mendatang.
Dikonfirmasi kepala Desa Kale Barembeng oleh pihak media, menanyakan apakah sudah disertifikatkan tanah yang diserobot oleh Mapparenta Dg Gassing di jawab oleh kepala desa betul dengan sertifikat program PRONA tapi diurus sendiri namun sertifikat tersebut belum pernah dilihat , dijawab lagi oleh pihak media bahwa apapun bentuk program BPN untuk sertifikat tanah kepala desa harus membuat Sporadik tutupnya.
MGI/Ridwan.