Laporan Yang Disampaikan Berdasarkan Bukti Dan Disusun Sesuai Hukum, LSM Tidak Bisa Dikenai Sanksi Pidana Hanya Karena Membuat Laporan.
- Ridwan Umar
- 2 hari yang lalu
- 2 menit membaca

MEDIAGEMPAINDONESIA, COM.
Makassar Sulsel — Ketua Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gempa Indonesia, Amiruddin SH Karaeng Tinggi, memberikan penjelasan mendalam terkait perbedaan antara laporan model, laporan model B, dan laporan atau pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat, termasuk LSM, kepada aparat penegak hukum.
Menurut Amiruddin, penting bagi masyarakat sipil untuk memahami klasifikasi laporan dalam sistem hukum Indonesia agar tidak terjadi salah tafsir, terlebih dalam konteks pelaporan tindak pidana.
> "Laporan model A adalah laporan yang dibuat langsung oleh aparat penegak hukum yang mengetahui atau menemukan sendiri peristiwa pidana. Sementara laporan model B merupakan laporan yang diterima dari masyarakat atau pihak ketiga atas dugaan tindak pidana. Sedangkan pengaduan bersifat subjektif, biasanya menyangkut delik aduan yang hanya dapat diproses jika ada keberatan dari korban atau pihak yang dirugikan," ujar Amiruddin.
Ia juga menegaskan bahwa LSM memiliki hak konstitusional untuk menyampaikan laporan atau pengaduan kepada aparat penegak hukum, termasuk dugaan penyalahgunaan kekuasaan, pelanggaran wewenang, dan jabatan oleh oknum penyelenggara negara.
“Tidak ada satu pun peraturan perundang-undangan yang melarang LSM membuat laporan atau pengaduan. Justru LSM berfungsi sebagai kontrol sosial dan pelaksana fungsi partisipatif masyarakat dalam demokrasi, sebagaimana dijamin oleh Pasal 1 ayat (2) dan Pasal 28E ayat (3) UUD 1945,” tegasnya.
Terkait dengan kekhawatiran adanya sanksi bagi pelapor, Amiruddin menekankan bahwa selama laporan yang disampaikan berdasarkan bukti awal dan disusun sesuai hukum, LSM tidak bisa dikenai sanksi pidana hanya karena membuat laporan.
Ia merujuk pada beberapa ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) seperti Pasal 108 ayat (1), yang menyatakan bahwa setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan atau menjadi korban tindak pidana berhak melapor ke penyidik.
“Jika laporan itu didasarkan pada fakta dan disertai dasar hukum yang jelas, misalnya merujuk pada Pasal 421 KUHP tentang penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat, maka justru itu adalah bentuk keberanian sipil yang patut diapresiasi, bukan dikriminalisasi,” tambahnya.
Namun ia juga mengingatkan pentingnya kehati-hatian agar laporan tidak mengarah pada pencemaran nama baik sebagaimana diatur dalam Pasal 310 KUHP atau fitnah dalam Pasal 311 KUHP.
Amiruddin SH Karaeng Tinggi menutup pernyataannya dengan ajakan kepada seluruh LSM di Indonesia untuk terus menjalankan fungsi kontrol sosial dengan tetap menjunjung tinggi etika hukum dan prinsip-prinsip keadilan tutupnya.
(MGI/ Ridwan U)