Lsm Gempa Indonesia Akan Laporkan ke APH Terkait Tindak Kekerasan Terhadap Anak !!!
Sulsel, Gowa-
Undang undang Nomor 23 tahun 2003 tentang perlindungan anak, kitab undang undang hukum pidana dan peraturan pemerintah nomor 54 tahun 2007 tentang pelaksanaan pengangkatan anak.
Berdasarkan hasil penelusuran tim pencari fakta Lsm Gempa Indonesia terkait kronologis terjadinya tindak pidana dan menikahkan anak dibawah umur sebagai berikut :
Ayah kandung Olifvia yang bernama Jumono karena kondisi ekonominya tidak mampu membiayai hidup anaknya, sehingga anak yang baru berumur 18 bulan pada tanggal 15 Mei 2010 diberikan kepada Hj Ati alias Hj.Linda untuk diasuh.
Sekitar 3 ( tiga ) lamanya anak itu diasuh Hj.Ati alias Hj.Linda di Kalimantan, anak itu dibawa Hj.Ati alias Hj.Linda ke Kampung Tallanga,Dusun Borong'ara,Desa Berutallasa, Kecamatan Biringbulu, Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan diserahkan orang tuanya yang bernama H.Manai untuk diasuh tanpa sepengetahuan Jumono bapak kandung anak tersebut.
Dijelaskan oleh Ketua DPP Lsm Gempa Indonesia Amiruddin. SH Kareng Tinggi bahwa, Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Hj.Ati, alias Hj.Linda dari kasus ini adalah terkait pengangkatan anak yang ilegal dan pasal 39 ayat (2) UU No. 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak, pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dan orang tua kandungnya.
Pelanggaran terhadap pasal 39 ayat (2) merupakan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp100 juta.
Lebih lanjut bahwa, Penggelapan asal-usul anak juga dapat dijerat dengan pasal 277 KUHP yang berbunyi, “Barangsiapa dengan suatu perbuatan sengaja menggelapkan asal-usul seseorang, diancam karena penggelapan asal-usul, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.”
Perbuatan mengurus akta kelahiran bayi yang bersangkutan di kantor catatan sipil setempat yang mengakibatkan asal usul anak tersebut menjadi tidak jelas adalah tindak pidana.
Ditambahkan lagi oleh Amiruddin, bahwa adanya dugaan tindak pidana pemberian keterangan palsu dalam akta kelahiran anak melanggar pasal 264 KUH, menyatakan “Barangsiapa menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik tentang suatu kejadian yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan akta seolah-olah keterangannya itu cocok dengan hal sebenarnya.
Jika penggunaannya dapat mendatangkan kerugian, dapat dihukum penjara maksimum tujuh tahun.” Pasal ini dapat dikenakan terhadap pihak-pihak yang memberikan keterangan palsu kepada Pegawai Catatan Sipil untuk dimasukkan ke dalam akta kelahiran anak tersebut.
Keterangan bahwa anak tersebut adalah anak kandung yang merawat adalah keterangan palsu, karena yang merawat bukan orang tua kandung dari anak yang dirawat.
Anak yang diangkat secara ilegal oleh Hj.Ati alias Hj.Linda sudah nikahkan hari Jumat tanggal 10 Nopember 2023 dengan mahar uang sebesar 15 juta rupiah, satu bidang kebun kelapa sawit di Kalimantan dan sebidang sawah yang berlokasi di Desa Buakkang, Kecamatan Bungaya, Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan.
Perbuatan Hj.Ati alias Hj.Linda berdasarkan hasil penelusuran tim pencari fakta Lsm Gempa Indonesia adalah diduga perbuatan tindak pidana menggelapkan asal usul anak dan mengawinkan anak umur 14 tahun dan merubah nama anak tersebut yang dulunya bernama Olifvia Nurita binti Jumono sekarang bernama Pirda.
Hj.Ati alias Hj.Linda dan H.Manai dapat diduga lagi melanggar UU perlindungan anak, menikahkan anak dibawah umur diancam dengan pidana paling lama sembilan tahun penjara dan penggelapan asal usul anak dapat dijerat dengan pasal 277 KUHP dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara.
Lanjut Ketua DPP Lsm Gempa Indonesia bahwa, pada tahun 2010 saat anak tersebut diserahkan oleh ayah kandungnya kepada Hj.Ati alias Hj.Linda baru berumur 18 (delapan belas) bulan dan cara mengambil anak untuk diasuh tidak melalui persedur yaitu dengan adopsi melalui putusan pengadilan.
Persyaratan dan tata cara pengangkatan anak dapat dilihat pada Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak. Persyaratan yang harus dipenuhi mengenai anak yang akan diangkat dan calon orang tua angkat dapat dilihat pada Pasal 12 dan Pasal 13 PP No. 54 Tahun 2007.
Untuk dapat mengadopsi secara resmi, artinya Hj.Ati alias Hj.Linda harus mengajukan permohonan pengangkatan anak ke Pengadilan Negeri (atau Pengadilan Agama untuk penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam), untuk mendapat Penetapan Pengadilan mengenai pengangkatan terhadap anak tersebut.
Oleh karena itu untuk mencegah jangan sampai terulang atau mencegah pernikahan dini dan penggelapan asal usul anak,APH segera membentuk tim atas kasus ini karena diduga kuat terduga pelaku dapat melanggar UU perlindungan anak dan melanggar penggelapan asal usul anak, tutup Karaeng Tinggi.
MGI/ Ridwan.