Pemkab Gowa Di Harapkan Dapat Bertanggung Jawab atas Tanah Warga Yang Telah Jadi Fasum DiJalan Daraba Daeng Kio Sungguminasa
- Ridwan Umar
- 16 jam yang lalu
- 2 menit membaca

Foto : Saat Aksi Tutup Fasum di Jalan Daraba Daeng Kio Sungguminasa
Gowa, 14 April 2025 – Ketua Dewan Pimpinan Pusat LSM Gempa Indonesia, Amiruddin SH Karaeng Tinggi, menyoroti penutupan Jalan Daraba Daeng Kio oleh ahli waris pemilik tanah, Hj. Sitti Nursiah, pada Senin, 14 April 2025. Penutupan tersebut dilakukan sebagai bentuk protes terhadap tindakan Pemerintah Kabupaten Gowa yang dinilai telah merampas sebagian tanah milik keluarga tanpa proses ganti rugi yang sah.
Tanah tersebut memiliki dasar hukum yang kuat. Pemilik awal, Ibrahim Daeng Tompo, tercatat sebagai pemegang Sertifikat Hak Milik Nomor 551, yang diterbitkan di Sungguminasa pada 9 Januari 1982 dengan Luas 1.739 M2 (Seribu Tujuh Ratus Tiga Puluh Sembilan Meter Persegi ) , berdasarkan Persil No. 3b D III Kohir 860 C I, dengan konversi hak tanah berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria (PMPA) No. 2 Tahun 1962 Pasal 3 tentang Pengesahan Konversi dan Pendaftaran Bekas Hak-hak Indonesia atas Tanah.

Tanah tersebut kemudian dijual Ibrahim Daeng Tompo kepada Daraba Daeng Kio pada 31 - 5 - 1982 Akta Jual nomor : 644 / XI / 1980 ,Drs. Mapparessa Tutu, Pejabat Pembuat Tanah, Kecamatan Sombaopu Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan luas berdasarkan Sertifikat 1.739 M2
Dan selanjutnya Daraba Daeng Kio menjual kepada Hj. Sitti Nursiah pada 11- 10 -1991, sesuai luas yang tercantum dalam sertifikat hak milik berdasarkan Akta Jual Beli tanggal 19-3-1991, Nomor 042/1991 yang di buat dihadapan Teddy Anwar.SH Notaris Pejabat Umum Negara di Sungguminasa Kabupaten Gowa berdasarkan Luas yang tercantum dalam Sertifikat 1.739 M2.

Namun, pada tahun 2012, tanpa sepengetahuan pemilik, Pemerintah Kabupaten Gowa mengambil sebagian tanah tersebut, tepatnya sepanjang 40 meter dengan lebar 5 meter, dan merobohkan pagar tembok setinggi 2 meter yang dilengkapi kawat duri setinggi 0,5 meter, untuk dijadikan jalan umum yang kemudian diberi nama Jalan Daraba Daeng Kio.
"Ahli waris bukan bermaksud mengambil alih jalan umum, tetapi meminta agar pemerintah mengganti rugi tanah yang diambil, termasuk biaya pembangunan pagar tembok yang dirobohkan," tegas Amiruddin SH Karaeng Tinggi dalam keterangannya. "Jangan sampai demi kepentingan umum, pemerintah melanggar hak warga. Apalagi jika dilakukan secara sepihak dan memanfaatkan kekuasaan tanpa prosedur hukum yang adil," tambahnya.

Amiruddin menyebut bahwa tindakan Pemkab Gowa tersebut melanggar hak asasi masyarakat atas tanah, sebagaimana dilindungi dalam berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia, antara lain:
Pasal 28H Ayat (4) UUD 1945, yang menjamin hak setiap orang untuk memiliki milik pribadi dan tidak boleh diambil secara sewenang-wenang oleh siapapun.
UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA), khususnya Pasal 18 dan 27, yang menyatakan bahwa pengambilan tanah rakyat untuk kepentingan umum harus melalui ganti rugi yang layak.

Peraturan Presiden No. 62 Tahun 2018 tentang Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan dalam Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Nasional.
PP No. 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, yang mengatur mekanisme ganti rugi dan konsultasi kepada pemilik tanah.
Atas dasar itu, LSM Gempa Indonesia meminta agar Pemerintah Kabupaten Gowa segera menyelesaikan sengketa ini secara adil, dengan memberikan kompensasi sesuai ukuran tanah yang diambil, serta mengembalikan biaya pembangunan pagar yang dihancurkan tanpa izin.
"Ini bukan sekadar soal tanah, tetapi soal keadilan. Negara wajib hadir untuk melindungi hak warga, bukan merampasnya," tutup Amiruddin.
" MGI / Ridwan U "